Ada sepuluh keadaan yang mungkin terjadi setelah pascamelahirkan. Terutama pemulihan alat reproduksi setelah mengemban tugasnya selama kehamilan berlangsung. Seperti yang kita ketahui bersama, saat hamil terjadi banyak perubahan pada tubuh seorang ibu, baik di bagian fisik luar maupun organ dalamnya.
Organ reproduksi akan pulih seperti sedia kala setelah 3 bulan seorang ibu menyelesaikan persalinannya. Namun yang dinilai sebagai masa nifas (puerperium), adalah masa sejak persalinan sampai 6 minggu sesudahnya.
Rahim sendiri akan mengecil begitu bayi dilahirkan, sampai setinggi pusat ibu. Ukurannya masih sekitar 15 cm x 12 cm x 10 cm. Baru pada hari kelima, tinggi puncak rahim menurun di pertengahan antara pusat dengan puncak vagina, dan pada hari ke-12, rahim sudah tak teraba lagi dari dinding usus.
Enam minggu pascamelahirkan, berat rahim yang selama kehamilan mencapai 1.000 gram, menciut tinggal 40-60 gram saja. Dan selanjutnya berangsur-angsur mencapai ukuran normalnya, yaitu hanya sekitar 30 gram saja.
|
Bayi baru lahir |
Kita tahu, selama kehamilan darah ibu mengencer, demi memenuhi kebutuhan darah bayi dalam kandungan. Keadaan setelah bersalin, darah kembali mengental (hemokonsentrasi). Pada ibu-ibu tertentu, keadaan ini dapat membawanya ke dalam suatu payah-jantung. Keluhan sesak napas, berdebar-debar dan perasaan tidak enak di dada, menjadi petunjuk adanya kemungkinan ini.
Rahim dan organ di sekitarnya di sangga oleh seperangkat jaringan pengikat (ligamentum) dan pembungkus (fascia), sehingga kedudukannya tak goyah. Juga selama kehamilan berlangsung, berkat kelenturan jaringan-jaringan tersebut.
Setelah kehamilan berakhir, ligamentum dan fascia tersebut akan menciut kembali. Tidak jarang sebuah ligamentum (rotundum) pulihnya mengenor. Ligamentum ini bertugas menyangga rahim. Dengan mengendurnya jaringan penyangga ini, rahim dapat jatuh ke arah belakang dari kedudukannya semula.
Ligamentum dan fascia yang mengendur dapat pula berakibat turunnya kedudukan rahim. Mulut rahim melorot ke luar, sehingga tampak dari liang vagina, atau bahkan mencolot keluar. Keadaan ini harus dikoreksi, untuk mengembalikan posisi rahim. Kasus serupa terjadi pada ibu yang telah sering melahirkan anak. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan latihan senam. Biasanya pada hari kedua setelah persalinan.
Persalinan yang dilakukan oleh bidan maupun dokter, biasanya dilakukan dengan cara penyanyatan jalan lahir (episiotomi), agar memudahkan keluarnya kepala anak. Luka sayat ini selanjutnya dijahit kembali. Jika perawatan bekas luka kurang steril, bisa saja terjadi infeksi, tertimbunnya nanah serta penjalaran infeksi ke dalam darah. Kasus-kasus seperti ini bisa saja terjadi.
Luka-luka juga dapat terjadi secara spontan di sepanjang jalan lahir, berupa koyakan, baik di mulut rahim maupun di vagina itu sendiri. Penyembuhan luka ini pun memerlukan kondisi steril, dengan perawatan pascamelahirkan yang higienis, baik dalam kekerapan penggantian pembalut wanita maupun kebersihan di sekitar vagina, serta kebiasaan berkemih.
Dua-tiga hari sehabir bayi lahir, ibu dapat juga mengeluh munculnya rasa nyeri di perut (afterpain), terutama pada saat menyusukan bayi. Keadaan ini dalam batas-batas normal, kecuali jika ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau bekuan darah yang belum tuntas terkeluarkan. Keadaan yang terakhir ini biasanya rasa nyerinya berkepanjangan, dan tidak dipengaruhi oleh proses menyusukan.
Pada saat bersalin, suhu tubuh ibu meningkat 0,5 derajat Celcius, dan kembali normal sesudahnya. Namun, bila suhu tubuh ibu tetap meninggi, bahkan lebih dari 38 derajat Celcius, kemungkinan adanya infeksi jalan lahir perlu dipikirkan dan perlu diperiksa lebih seksama.
Hari pertama dan kedua, pascamelahirkan, akan keluar cairan kemerahan dari liang vagina ibu, yang disusul dengan cairan bercampur lendir. Setelah seminggu, cairan berubah menjadi bening, dan selanjutnya menjadi putih setelah 2 minggu kemudian.
Tidak jarang, kuman-kuman yang biasa berada di dalam vagina, pada akhir masa nifas akan memasuki rahim dan terjadilah infeksi rahim, dengan gejala demam dan perubahan warna cairan rahim (lokia) pada akhir-akhir nifas.
Laktasi atau keluarnya air susu ibu, biasanya terjadi pada hari kedua atau ketiga sehabis bayi dilahirkan. Sifat cairan susu ini pada awalnya masih khas. Kita menyebutnya kolostrum, bagian terpenting dari air susu ibu, dan perlu diberikan kepada bayi baru lahir, karena mengandung zat anti (albumin dan globulin).
Dua hal penting pada perawatan pascamelahirkan bagi seorang ibu, yaitu infeksi dan perdarahan. Sejak ari-ari dilahirkan, kemungkinan ibu terinfeksi atau mengalami perdarahan cukup besar.
Selama 8 jam pertama sehabis ibu bersalin, sebaiknya tidur terlentang untuk mencegah kemungkinan timbulnya perdarahan. Baru setelah itu, ibu dapat tidur miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah tersangkutnya bekuan darah di dalam pembuluh darah.
Setelah pada hari kedua, bisa melakukan senam, hari ketiga dapat duduk di tempat tidur, hari keempat mulai bisa berjalan dan baru pada hari kelima, ibu sudah bisa dipulangkan ke rumah.
Segera setelah melahirkan, ibu mengosongkan kandung kemih. Jika tidak, otot klep saluran kemih (sphincter vesica urethrae) yang selama persalinan tertekan kepala anak, akan terganggu fungsinya, dan ibu tak mampu mengendalikan berkemihnya.
Ibu sudah harus buang air besar dalam 3 hari sehabis persalinan selesai. Jika lebih lama dari itu, dapat timbul demam yang juga akan mengganggu masa pemulihan.
Air susu ibu sendiri sesungguhnya sudah dapat keluar dalam waktu 8 jam. Rangsangan isapan bayi merupakan cara terbaik untuk mengeluarkannya. Tapi, tidak setiap ibu diperkenankan menyusukan bayinya. Ada keadaan-keadaan yang boleh atau tidak boleh, seorang ibu memberikan ASI pada bayinya. Misalnya saja, ibu mengidap penyakit tipus, TBC, jantung, dll. Demikian juga bila bayi ternyata mengalami sumbing, bayi yang dilahirkan dengan alat bantu, bayi yang lahir dengan jejas, dan bayi prematur.
Dapat saja terjadi, selama dalam perawatan, seorang ibu masih saja mengeluarkan darh, padahal sudah memasuki hari ke-40 pascamelahirkan. Keadaan ini merupakan pemulihan organ reproduksi yang kurang sempurna (subinvolusio), dan memerlukan suntikan penguat kontraksi otot rahim. Jika masih tak teratasi, dapat dilakukan kerokan ulangan untuk membersihkan sisa-sisa darah di dalam rahim. Ibu yang menyusukan bayinya, dapat membantu percepatan proses pengecilan rahim dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.