Banyak pekebun budidaya buah naga
yang lebih memilih tiang penopang dari beton. Mereka beralasan, tiang penopang
dari beton lebih efisien dalam hal soal waktu pemakaian dan ketahanannya yang
bisa bertahun-tahun lamanya. Selain itu areal kebun lebih rapi dan berestetika
tinggi. Walaupun biaya investasi awalnya besar, tapi biaya tersebut akan segera
tertutupi dari produktivitas buah naga yang tinggi.
Tiang penopang dari beton ini
setinggi 2,5 m. Bagian tiang yang tertanam ke dalam tanah sekitar 50 cm. Bagian
bawah tiang diberi kerikil supaya tiang tidak mudah bergeser atau doyong dan
juga akan tertahan tetap stabil. Hal ini penting saat tanaman tumbuh banyak
sulur yang mengakibatkan beban berat tanaman semakin besar. Bentuk tiang
penampang bisa berupa segi empat yang berukuran 10 c x 10 cm. Bentuk penampang
lainnya yang bisa diterapkan yaitu bulat dan segi tiga.
Tiang penopang beton |
Langkah selanjutnya, para pekebun
budidaya buah naga memasang besi yang melingkar di bagian atas tiang penopang
beton. Diameter penampang besi ini berukuran 30 cm. Besi yang dibentuk mirip setir
mobil ini berfungsi sebagai tempat bertenggernya cabang dan anak cabang
tanaman. Bahan alternatif selain besi yaitu ban bekas sepeda motor. Bahan kayu
yang dibuat menyilang juga bisa dipakai, asalkan kokoh dan kuat. Pada tiap
penampang ini nantinya diikat 4 bibit yang saling menyilang letaknya.
Kelemahan penerapan sistem tiang
seperti ini yaitu adanya bagian cabang di sisi dalam yang tidak produktif. Hal ini
terjadi sebagai konsekuensi dari bentuk batang tanaman buah naga yang berupa
segi tiga. Cabang bagian sisi dalam akan ternaungi sehingga tidak menghasilkan
bunga.
Walaupun ada plus minusnya
pemakaian tiang penopang beton ini, para pekebun budidaya buah naga lebih banyak
yang menerapkan sistem ini. Pasalnya, terbukti lebih efisien dalam soal waktu
dan produktivitas tanaman secara keseluruhan. Ada nilai tambah estetika yang
tinggi membuat bisnis bisa dikembangkan menjadi agrowisata yang bisa menambah
pundi-pundi Rupiah lebih besar.