Tutun Nugraha mengatakan buah nanas (Ananas comosus) mengandung enzim proteolitik yang mampu memecah protein. Masyarakat memanfaatkannya sebagai pengempuk daging, sama dengan getah pepaya yang juga mengandung enzim proteolitik bernama papain. "Enzim bromelain lebih agresif memecah protein," kata Tutun. Ia menggambarkan buah nanas yang dikonsumsi melewati lambung dengan tingkat keasaman tinggi bromelain mampu mampu bertahan hingga 40%. "Sayang kita tak memanfaatkannya. Kita mengenal nanas dari sisi negatif sebagai tabu yang ditakuti, efek positif malah tak kita kenal," kata doktor alumnus University of Toronto, Kanada, itu.
Tutun bersama koleganya Dr rer-nat Maruli Pandjaitan memanfaatkannya untuk mengatasi serangan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus itu menyerang sistem kekebalan tubuh yaitu sel CD4+. Tutun mengatakan virus HIV mula-mula menempelkan dirinya di luar sel CD4+ inilah terjadi proses perbanyakan virus HIV," kata peneliti yang kini mengajar di program studi Teknik Lingkungan dan Teknik Kimia, Universitas Surya. Virus yang berhasil memasuki sel CD4+ terus berkembang dan membunuh sel CD4+. Akibatnya kekebalan tubuh hancur. Dari sebuah proses masuknya virus HIV ke sebuah sel CD4+ saja, dapat menghasilkan puluhan virus baru. Dampaknya tubuh lemah melawan infeksi. Singkat kata, tubuh mengalami defisiensi alias kekurangan sistem imun. Seseorang dikatakan mengidap AIDS jika angka CD4+ kurang dari 300 sel/ml. Dalam kondisi normal, konsentrasi CD4+ mencapai 500-1.500 sel/ml. Dalam kondisi 'AIDS' ini pertahanan tubuh sangat rentan. Tutun mengatakan HIV sebenarnya bukan penyakit mematikan sang penderita. Namun, penyakit ikutan setelah infeksi virus HIV itulah yang justru biasanya mematikan.
Setelah seseorang mengidap HIV/AIDS, beragam penyakit seperti tuberkulosis, sariawan, dan hepatitis dapat masuk dengan mudah. Sariawan, yang merupakan infeksi cendawan, bukan hanya di bibir, tetapi meluas hingga tenggorokan. Ketika sistem imun lemah, maka tubuh tak lagi mampu melawan aneka penyakit yang biasanya mudah dihadapi tubuh itu.
Tutun Nugraha bersama Maruli Pandjaitan dibantu mahasiswanya Kezia Pamudja, memberikan nanas dalam bentuk jus segar untuk tujuh penderita HIV. Sediaan dalam bentuk jus diberikan agar penderita HIV lebih mudah mengolahnya sekaligus mengonsumsinya. Alumnus University of British Columbia, Vancouver, Kanada itu juga merekomendasikan nanas berumur sedang atau tidak terlalu muda tetapi belum terlalu matang, dan masih ada semburat hijau di permukaan kulitnya. Menurut Tutun kadar bromelain nanas seperti itu lebih tinggi daripada nanas matang.
Kembali normal
Syarat lain, empulur atau bagian tengah daging buah yang bertekstur keras juga harus dikonsumsi. Di bagian itulah berkumpul hingga 65% aktivitas dari enzim bromelain. Selama ini masyarakat justru membuang bagian tengah buah yang berkhasiat itu. Ketika membuat jus buah nanas muda, Tutun menambahkan es batu untuk mencegah rusaknya senyawa bromelain. Blender yang berputar menyebabkan panas dan merusak enzim itu. Jus ekstraktor juga tidak direkomendasikan untuk tujuan ini.
Dalam riset itu, para pengidap HIV mengonsumsi jus nanas segar. Artinya begitu selesai dijus, mereka sebaiknya mengonsumsinya. Tutun menganjurkan mereka untuk tidak menyimpan jus di kulkas. Mereka mengonsumsi jus buah segar anggota famili Bromeliaceae itu dua kali sehari, pagi dan siang. Selama tiga bulan, mereka disiplin minum jus buah asal Amerika Tengah itu. Tiga bulan kemudian, ketujuh pengidap HIV itu mengalami peningkatan yang pesat dalam sistem imun tubuhnya, bahkan 3 di antaranya mencapai level normal.
Bagaimana duduk perkara jus nanas mengatasi virus HIV? Virus HIV berbentuk seperti bola dengan tanduk-tanduk yang menonjol. Kulit luar virus tersusun dari lapis lemak, tanduk-tanduknya tersusun dari protein. Bila tanduk yang terbuat dari protein dapat dirusak, maka upaya virus HIV untuk memperbanyak dirinya dapat ditekan. Dosen Swiss Germany University, Maruli Pandjaitan, menyebutkan enzim yang bersifat proteolitik diperkirakan mampu merusak tanduk virus itu.
Dalam uji laboratorium dengan menginkubasikan enzim bromelain dengan virus HIV selama 4 jam pada suhu 37 derajat Celcius, bromelain pada konsentrasi di atas 10 mg/ml mampu membunuh virus HIV. "Uji ini memberikan gambaran potensi enzim bromelain dalam buah nanas sebagai obat alternatif atau pun obat komplementer pasien yang terinfeksi HIV/AIDS," kata Tutun. Analogi sederhana, jika HIV adalah pemberontak, maka bromelain dalam buah nanas adalah tentara. Herbalis di Tangerang Selatan, Lukas Tersono Adi, mengatakan para herbalis menganjurkan nanas lebih karena vitamin C. Buah nanas mengandung vitamin C dan vitamin B kompleks, serta mineral kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium dan seng bagus untuk pemulihan penyakit. Riset ini masih berlanjut untuk mengkonfirmasikan hipotesis fungsi bromelain.
Sumber : Trubus 541- Desember/XLV hal. 54
Setelah seseorang mengidap HIV/AIDS, beragam penyakit seperti tuberkulosis, sariawan, dan hepatitis dapat masuk dengan mudah. Sariawan, yang merupakan infeksi cendawan, bukan hanya di bibir, tetapi meluas hingga tenggorokan. Ketika sistem imun lemah, maka tubuh tak lagi mampu melawan aneka penyakit yang biasanya mudah dihadapi tubuh itu.
Tutun Nugraha bersama Maruli Pandjaitan dibantu mahasiswanya Kezia Pamudja, memberikan nanas dalam bentuk jus segar untuk tujuh penderita HIV. Sediaan dalam bentuk jus diberikan agar penderita HIV lebih mudah mengolahnya sekaligus mengonsumsinya. Alumnus University of British Columbia, Vancouver, Kanada itu juga merekomendasikan nanas berumur sedang atau tidak terlalu muda tetapi belum terlalu matang, dan masih ada semburat hijau di permukaan kulitnya. Menurut Tutun kadar bromelain nanas seperti itu lebih tinggi daripada nanas matang.
Kembali normal
Syarat lain, empulur atau bagian tengah daging buah yang bertekstur keras juga harus dikonsumsi. Di bagian itulah berkumpul hingga 65% aktivitas dari enzim bromelain. Selama ini masyarakat justru membuang bagian tengah buah yang berkhasiat itu. Ketika membuat jus buah nanas muda, Tutun menambahkan es batu untuk mencegah rusaknya senyawa bromelain. Blender yang berputar menyebabkan panas dan merusak enzim itu. Jus ekstraktor juga tidak direkomendasikan untuk tujuan ini.
Dalam riset itu, para pengidap HIV mengonsumsi jus nanas segar. Artinya begitu selesai dijus, mereka sebaiknya mengonsumsinya. Tutun menganjurkan mereka untuk tidak menyimpan jus di kulkas. Mereka mengonsumsi jus buah segar anggota famili Bromeliaceae itu dua kali sehari, pagi dan siang. Selama tiga bulan, mereka disiplin minum jus buah asal Amerika Tengah itu. Tiga bulan kemudian, ketujuh pengidap HIV itu mengalami peningkatan yang pesat dalam sistem imun tubuhnya, bahkan 3 di antaranya mencapai level normal.
Bagaimana duduk perkara jus nanas mengatasi virus HIV? Virus HIV berbentuk seperti bola dengan tanduk-tanduk yang menonjol. Kulit luar virus tersusun dari lapis lemak, tanduk-tanduknya tersusun dari protein. Bila tanduk yang terbuat dari protein dapat dirusak, maka upaya virus HIV untuk memperbanyak dirinya dapat ditekan. Dosen Swiss Germany University, Maruli Pandjaitan, menyebutkan enzim yang bersifat proteolitik diperkirakan mampu merusak tanduk virus itu.
Dalam uji laboratorium dengan menginkubasikan enzim bromelain dengan virus HIV selama 4 jam pada suhu 37 derajat Celcius, bromelain pada konsentrasi di atas 10 mg/ml mampu membunuh virus HIV. "Uji ini memberikan gambaran potensi enzim bromelain dalam buah nanas sebagai obat alternatif atau pun obat komplementer pasien yang terinfeksi HIV/AIDS," kata Tutun. Analogi sederhana, jika HIV adalah pemberontak, maka bromelain dalam buah nanas adalah tentara. Herbalis di Tangerang Selatan, Lukas Tersono Adi, mengatakan para herbalis menganjurkan nanas lebih karena vitamin C. Buah nanas mengandung vitamin C dan vitamin B kompleks, serta mineral kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium dan seng bagus untuk pemulihan penyakit. Riset ini masih berlanjut untuk mengkonfirmasikan hipotesis fungsi bromelain.
Sumber : Trubus 541- Desember/XLV hal. 54