Dokter mendiagnosis Daniel mengalami masalah pencernaan dan memberikan obat untuk 3 hari. Sayang, rasa mual dan sakit di bagian perut tetap bercokol sampai obat habis dikonsumsi. Anggota staf bagian keuangan di perusahaan itu pun kembali memeriksakan diri ke dokter yang sama. Kali ini dokter mendiagnosis Daniel mengidap penyakit kuning dan memberikan obat. Lantaran tak kunjung sembuh sampai sepekan, akhirnya sang dokter merujuk Daniel ke rumahsakit di Kudus, Jawa Tengah.
Hepatitis B
Dokter di rumahsakit menganjurkan Daniel memeriksakan darahnya di laboratorium. Hasilnya, kadar Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) mencapai angka ribuan. "Saya lupa berapa tepatnya," kata Daniel. Kadar SGPT dan SGOT normal masing-masing 21-72 UL dan 14-50 UL. Selain itu, kadar HBv Ag Dna menunjukkan angka 7.964. Normalnya, berada di angka nol. Kadar SGPT, SGOT, dan HBv Ag Dna yang tinggi itu indikator adanya kerusakan hati.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium itu, dokter mendiagnosis Daniel terkena hepatitis B. Dalam jurnal kedokteran dan farmasi, ahli hati dari Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof dr H Nurul Akbar SpPD KGEH, mengungkapkan hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus yang menyerang hati.
Virus hepatitis B masuk ke hati melalui darah atau cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti kasus human imuno-deficiency virus (HIV).
Menurut Nurul Akbar, hepatitis menyebar dengan dua cara: vertikal dan horizontal. Penularan vertikal dari ibu kepada anak. Sementara penularan horizontal, antara lain: pada transfusi darah dan pemakaian alat suntik yang tidak steril.
Pemicu
Daniel tak menyangka sama sekali bakal mengidap penyakit akibat virus itu. Apalagi pada 1989 itu hepatitis B tergolong penyakit "baru" di tanahair. "Saya sangat terpukul dengan hasil diagnosis dokter itu," kata pria kelahiran kudus itu. Menurut dokter yang memeriksa, kebiasaan Daniel mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang salah satu faktor pemicu hepatitis.
Akibat hepatitis B, Daniel mesti menjalani rawat inap di rumahsakit. Dokter memberikan obat seperti intron A dan imreg. Intron berupa obat suntik yang diberikan dua hari sekali, sedangkan imreg seperti suplemen. Satu setengah bulan di rumahsakit kondisi Daniel tidak menunjukkan perubahan berarti. "Saya tidak terbiasa mengonsumsi obat-obatan. Apalagi setelah mengonsumsi intron A, saya kerap merasa pusing, lemas, dan mual," tutur pria berumur 46 tahun itu.
Atas seizin dokter, Daniel keluar dari rumahsakit dan melakukan rawat jalan. Dokter membekali Daniel intron A dan obat lainnya meskipun ia tidak menyukainya.
Aktivitas Daniel saat itu hanya berbaring di kasur. Rasa bosan dan tidak bisa beraktivitas normal membulatkan tekad Daniel menghentikan penggunaan intron A. Ia pun kembali bekerja. Namun, cobaan masih menghadang. Di tempat kerja ia merasa "dikucilkan". Musababnya peralatan makan seperti piring, sendok, dan gelas diberi tanda khusus.
Artinya benda bertanda itu hanya Daniel yang menggunakan, sedangkan karyawan lain tidak boleh memakainya. "Mungkin mereka takut tertular penyakit yang saya derita saat itu," kata warga Kaliwungu, Kudus, itu. Meski diperlakukan seperti itu tak membuat Daniel patah semangat. Ia berusaha mencari pengobatan alternatif untuk mengatasi penyakitnya. Daniel pun teringat pada air kelapa hijau (Cocos nucifera).
Sewaktu pesta minum-minuman beralkohol dulu, ada teman yang mabuk hingga muntah darah. Daniel pun mencarikan air kelapa hijau dan memberikannya kepada si teman. Berangsur-angsur keadaan teman yang mabuk membaik. Lalu saat anjing kesayangan keracunan makanan hingga muntah berwarna kuning, Daniel pun memberikan klangenannya itu air kelapa hijau. Hewan sahabat manusia itu pun terhindar dari kematian.
Dua kejadian itu membulatkan tekad Daniel mengonsumsi air kelapa hijau. Ia yakin air kelapa hijau berfungsi sebagai penetralisir racun dalam tubuh. Daniel lalu membuat "ramuan" air kelapa hijau. Sebuah kelapa hijau dipotong bagian atasnya sampai tampak air kelapa. Selanjutnya, ia memasukkan 3 iris kunyit seruas jari dan garam secukupnya ke dalam air kelapa lalu ditutup kembali dengan potongan bagian kelapa tadi. Selanjutnya kelapa itu dibakar sampai air kelapa mendidih.
Menyebar
Selain hangat, Daniel menenggak ramuan itu. "Mengonsumsi air kelapa hijau dicampur es juga nikmat," kata Daniel. Itu meminum ramuan itu dua hari sekali pada pagi dan malam. Selang 3 pekan ia merasakan kondisinya membaik. "Saya tidak merasa pusing dan mual lagi. Selain itu badan terasa lebih sehat," ujar Daniel. Tiga bulan kemudian ia memeriksakan diri ke dokter.
Hasil pemeriksaan menunjukkan indikator kerusakan hati-SGPT, SGOT, dan HBv Ag Dna-menurun mendekati angka normal. Sayang, Daniel lupa angka pasti. Kini ia hanya mengonsumsi air kelapa saat tubuh terasa letih. Pemeriksaan pada Februari 2014 menunjukkan SGPT, SGOT, dan HBv Ag Dna normal. Artinya, Daniel kembali sehat.
Sampai saat ini belum ada riset ilmiah yang menunjukkan peran air kelapa hijau menundukkan virus. Menurut herbalis di Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Zain, air kelapa hijau yang dididihkan berefek antibiotik dan detoksifikasi. Sementara hasil riset Hartono dan rekan dari Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta, Jawa Tengah, menunjukkan rimpang kunyit berkhasiat hepatprotektor. Rimpang kunyit mengandung senyawa aktif kurkumin yang mengandung hati.