Aziza hanya satu dari jutaan perempuan di dunia yang berusaha mempertahankan kecantikan. Harap mafhum, tampil cantik merupakan obsesi kaum hawa di seluruh dunia. Untuk meraih kecantikan itu tidak gratis. Setiap bulan, Aziza merogoh kocek hingga Rp 500 ribu untuk produk kecantikan, terutama perawatan kulit. "Saya membeli 3 produk agar kulit tetap cantik," katanya. Kesibukan di kampus menjadikan kulitnya terpapar matahari setiap hari.
Tabir surya
Kulit adalah organ tubuh manusia. Luas permukaan kulit manusia dewasa mencapai 2 meter persegi. Fungsi utamanya, melindungin organ peting, pembuluh darah, otot, dan tulang dari udara luar. Harap mafhum, udara membawa spora cendawan, mikrob, atau virus yang melayang-layang mencari mangsa. Terdiri atas 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Kulit juga berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh. Ketika gerah, aliran darah lebih cepat dan pori-pori kulit membuka untuk membuang kelebihan panas. Saat dingin, pori-pori menutup untuk mempertahankan panas tubuh.
Di kulit luar juga terdapat lapisan rambut yang terhubung dengan syaraf untuk mengindera kondisi luar tubuh seperti sentuhan, suhu dan kelembapan, sinar ultraviolet (UV) yang dapat merusak sel-sel tubuh.
Untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan dini kulit perlu asupan antioksidan dari luar tubuh. Bahan antioksidan tersedia melimpah di alam: dalam buah, daun, bunga, dan akar tumbuhan. Tumbuhan yang sering dipakai sebagai sumber antioksidan, antara lain: teh hijau, buah anggur, ubi jalar ungu, atau rumput laut. Di Bali, konsumsi rumput laut jenis bulung boni (Coulerpa spp) sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
Kelompok alga hijau itu menjadi kudapan di Pulau Dewata secara turun temurun. Tradisi itu menarik perhatian Wiraguna sehingga ia meriset kandungan zat aktifnya. Wiraguna lantas meneliti khasiat ekstrak bulung boni sebagai produk antioksidan alternatif. Ia menemukan bahwa bulung boni mengandung karotenoid, vitamin A, vitamin C, vitamin E, polifenol, asam amino, dan mineral. "Kandungan bulung boni sangat beragam," ujar ayah satu anak itu.
Penemuan Wiraguna sejalan dengan riset Julyasih dari Universitas Udayana pada 2011, yang menemukan kandungan 9 jenis karotenoid, antara lain: neoxanthin, astaxanthin, klorofil B, dan betakaroten. Dari penelitian Wiraguna, pemberian gel ekstrak bulung boni 0,2% dan 0,4% pada tikus wistar berefek sama dengan gel astaxantin 0,02%. Dosis gel ekstrak bulung boni yang optimal dari penelitian itu sebesar 0,2%. Ekstrak dengan dosis itu memberikan hasil maksimal melalui peningkatan ekspresi kolagen dermis, penurunan kadar MMP-1 dermis, dan penurunan ekspresi 8-OHdG dermis.
Riset itu juga memperlihatkan vitamin A pada bulung boni menangkal oksigen radikal dan menetralkan lipid peroksidase yang memicu kerusakan kulit. "Efeknya menunda bahkan memperbaiki gejala klinis penuaan dini kulit yang terjadi," kata Wiraguna.
Astaxantin
Radiasi ultraviolet menimbulkan reaksi akut seperti terbakar surya (sunburn), imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh, atau stres oksidatif. Sementara paparan sinar matahari kronis dapat berakibat penuaan dini alias photoaging dan kanker kulit. Proses penuaan terjadi akibat akumulasi perubahan patologis sel dan jaringan seiring waktu. Efeknya adalah kemampuan jaringan untuk mengganti atau memperbaiki diri dari kerusakan semakin berkurang. "Akibatnya tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan secara alami," kata Wiraguna. Itu membuka peluang bagi produsen kosmetik untuk menawarkan produk pelindung kulit.
Berbagai produk tabir surya hadir untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV pun membanjiri pasaran. "Banyak yang mengandung astaxantin," kata Wiraguna. Astaxantin merupakan antioksidan dengan kekuatan 50-100 kali vitamin E. Selain astaxantin, produk tabir surya biasanya mengandung bahan kimia titanium oksida (TiO2) dan seng oksida (ZnO). Antioksidan dalam tabir surya memiliki dua lapisan pelindung. Lapisan pertama melindungi secara pasif dengan menyerap lalu memantulkan sinar UV, sedangkan lapisan kedua melindungi secara aktif melalui peningkatan cadangan antioksidan.
"Peningkatan kemampuan itu adalah meredam radikal bebas yang berasal dari sinar UV," ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu. Wiraguna menuturkan, masyarakat perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari efek buruk paparan sinar UV. "Sifat pemakaian produk tabir surya di kulit hanya bertahan sementara, sehingga produk itu perlu diulang pemakaiannya," katanya. Padahal harga produk tabir surya tidak murah. Sebagai gambaran produk pelindung sinar UV kualitas bagus mencapai Rp 150 ribu untuk masa pakai selama sebulan.
Menurut Prof Dr dr J Alex Pangkahila MSc SpAnd FSS AIFO, pakar seksologi di Denpasar, Bali, produk tabir surya hanya mampu mengurangi pembentukan radikal bebas sebesar 55%. Itu sebabnya guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu menjelaskan penambahan topikal antioksidan dalam produk tabir surya merupakan cara untuk meningkatkan perlindungan kulit terhadap paparan sinar UV. Salah satunya menambahkan ekstrak bulung boni.
Manfaat bulung boni sebagai sumber antioksidan untuk mencegah penuaan dini baru sebatas uji pada hewan percobaan. "Uji klinisnya akan segera dilakukan," kata wiraguna. Penelitian yang perlu dilakukan menurut suami Ir Ni Made Wiratni itu adalah mengukur efektivitas bulung boni dalam menghambat tanda-tanda penuaan dini kulit lain seperti penurunan kelembaban kulit dan peningkatan pigmentasi. Hal itu agar bulun boni dapat menjadi produk antipenuaan kulit pada masa depan.
Sejatinya penduduk negara tropis seperti Indonesia memerlukan pelindung sinar UV. "Penuaan dini kulit menjadi masalah masyarakat di daerah tropis karena sinar matahari ada sepanjang musim," kata Alex. Selain menggunakan produk tabir surya, perlindungan fisik seperti pakaian tertutup, payung, turut berperan mengurangi paparan sinar matahari.
Sumber: Trubus 535-Juni 2014/XLV hal. 94
Untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan dini kulit perlu asupan antioksidan dari luar tubuh. Bahan antioksidan tersedia melimpah di alam: dalam buah, daun, bunga, dan akar tumbuhan. Tumbuhan yang sering dipakai sebagai sumber antioksidan, antara lain: teh hijau, buah anggur, ubi jalar ungu, atau rumput laut. Di Bali, konsumsi rumput laut jenis bulung boni (Coulerpa spp) sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
Kelompok alga hijau itu menjadi kudapan di Pulau Dewata secara turun temurun. Tradisi itu menarik perhatian Wiraguna sehingga ia meriset kandungan zat aktifnya. Wiraguna lantas meneliti khasiat ekstrak bulung boni sebagai produk antioksidan alternatif. Ia menemukan bahwa bulung boni mengandung karotenoid, vitamin A, vitamin C, vitamin E, polifenol, asam amino, dan mineral. "Kandungan bulung boni sangat beragam," ujar ayah satu anak itu.
Penemuan Wiraguna sejalan dengan riset Julyasih dari Universitas Udayana pada 2011, yang menemukan kandungan 9 jenis karotenoid, antara lain: neoxanthin, astaxanthin, klorofil B, dan betakaroten. Dari penelitian Wiraguna, pemberian gel ekstrak bulung boni 0,2% dan 0,4% pada tikus wistar berefek sama dengan gel astaxantin 0,02%. Dosis gel ekstrak bulung boni yang optimal dari penelitian itu sebesar 0,2%. Ekstrak dengan dosis itu memberikan hasil maksimal melalui peningkatan ekspresi kolagen dermis, penurunan kadar MMP-1 dermis, dan penurunan ekspresi 8-OHdG dermis.
Riset itu juga memperlihatkan vitamin A pada bulung boni menangkal oksigen radikal dan menetralkan lipid peroksidase yang memicu kerusakan kulit. "Efeknya menunda bahkan memperbaiki gejala klinis penuaan dini kulit yang terjadi," kata Wiraguna.
Astaxantin
Radiasi ultraviolet menimbulkan reaksi akut seperti terbakar surya (sunburn), imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh, atau stres oksidatif. Sementara paparan sinar matahari kronis dapat berakibat penuaan dini alias photoaging dan kanker kulit. Proses penuaan terjadi akibat akumulasi perubahan patologis sel dan jaringan seiring waktu. Efeknya adalah kemampuan jaringan untuk mengganti atau memperbaiki diri dari kerusakan semakin berkurang. "Akibatnya tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan secara alami," kata Wiraguna. Itu membuka peluang bagi produsen kosmetik untuk menawarkan produk pelindung kulit.
Berbagai produk tabir surya hadir untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV pun membanjiri pasaran. "Banyak yang mengandung astaxantin," kata Wiraguna. Astaxantin merupakan antioksidan dengan kekuatan 50-100 kali vitamin E. Selain astaxantin, produk tabir surya biasanya mengandung bahan kimia titanium oksida (TiO2) dan seng oksida (ZnO). Antioksidan dalam tabir surya memiliki dua lapisan pelindung. Lapisan pertama melindungi secara pasif dengan menyerap lalu memantulkan sinar UV, sedangkan lapisan kedua melindungi secara aktif melalui peningkatan cadangan antioksidan.
"Peningkatan kemampuan itu adalah meredam radikal bebas yang berasal dari sinar UV," ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu. Wiraguna menuturkan, masyarakat perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari efek buruk paparan sinar UV. "Sifat pemakaian produk tabir surya di kulit hanya bertahan sementara, sehingga produk itu perlu diulang pemakaiannya," katanya. Padahal harga produk tabir surya tidak murah. Sebagai gambaran produk pelindung sinar UV kualitas bagus mencapai Rp 150 ribu untuk masa pakai selama sebulan.
Menurut Prof Dr dr J Alex Pangkahila MSc SpAnd FSS AIFO, pakar seksologi di Denpasar, Bali, produk tabir surya hanya mampu mengurangi pembentukan radikal bebas sebesar 55%. Itu sebabnya guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu menjelaskan penambahan topikal antioksidan dalam produk tabir surya merupakan cara untuk meningkatkan perlindungan kulit terhadap paparan sinar UV. Salah satunya menambahkan ekstrak bulung boni.
Manfaat bulung boni sebagai sumber antioksidan untuk mencegah penuaan dini baru sebatas uji pada hewan percobaan. "Uji klinisnya akan segera dilakukan," kata wiraguna. Penelitian yang perlu dilakukan menurut suami Ir Ni Made Wiratni itu adalah mengukur efektivitas bulung boni dalam menghambat tanda-tanda penuaan dini kulit lain seperti penurunan kelembaban kulit dan peningkatan pigmentasi. Hal itu agar bulun boni dapat menjadi produk antipenuaan kulit pada masa depan.
Sejatinya penduduk negara tropis seperti Indonesia memerlukan pelindung sinar UV. "Penuaan dini kulit menjadi masalah masyarakat di daerah tropis karena sinar matahari ada sepanjang musim," kata Alex. Selain menggunakan produk tabir surya, perlindungan fisik seperti pakaian tertutup, payung, turut berperan mengurangi paparan sinar matahari.
Sumber: Trubus 535-Juni 2014/XLV hal. 94