Ubi Jalar ungu Menjinakkan Kolesterol, dan Mempertahankan Fungsi Hati

Setahun terakhir, Wicaksono Widodo kerap merasakan sensasi berat di tengkuk. Rasa berat itu kerap menjalar ke leher dan kepala belakang sehingga ia merasa pusing. Sensasi itu muncul terutama ketika ia beraktivitas berat. Maklum, ia harus menangani tugas lapangan sekaligus membereskan pencatatan. Tugas itu menuntut Wicaksono mengendarai motor di tengah hari yang terik, membawa tas berisi dokumen dan laptop yang cukup berat.

Wicaksono belum pernah memeriksakan diri ke dokter maupun laboratorium klinik. Pembicaraan dengan rekan, kerabat, dan famili serta penelusuran di dunia maya, ia berkesimpulan mengidap kolesterol tinggi. Dalam sehari, Wicaksono menghabiskan minimal sebungkus rokok. Sudah begitu, ayah 2 anak itu gemar menyantap makanan cepat saji dan kuliner berbahan jeroan. Ia jugaa menyukai minuman bersoda.

Kolesterol baik
Menurut dr Yayan Sri Biyantoro, spesialis penyakit degeneratif dan imunologi di Surabaya, Jawa Timur, tubuh memerlukan kolesterol untuk melindungi sel dari kerusakan dan memproduksi hormon tertentu. "Saking pentingnya, organ hati mampu menyusun kolesterol sendiri kalau tidak mendapat asupan kolesterol dari makanan," kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya itu. Tubuh memerlukan asupan kolesterol densitas tinggi alias high density lipoprotein (HDL).

"HDL melindungi organ penting dan melancarkan proses metabolisme," tutur pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan itu. Masalahnya, makanan modern memborbardir tubuh dengan kolesterol. Sebagian besar justru berupa kolesterol densitas rendah alias low density lipoprotein (LDL) yang bersifat merusak sel. LDL bertanggungjawab terhadap pengentalan darah, penyumbatan pembuluh darah, sampai tekanan darah tinggi. Makanan sumber HDL, antara lain: berbagai produk alga, ikan laut, kacang-kacangan, dan beberapa jenis buah seperti anggur atau ubi jalar ungu.

Dr dr I Made Jawi MKes dan Ketut Budiasa dari Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Jawi meneliti pengaruh air perasan ubijalar ungu terhadap angka kolesterol total, trigliserida, dan antioksidan total dalam darah kelinci. Ia menggunakan 20 kelinci betina dewasa berumur 3-4 bulan berbobot 1,6-1,7 kg. Jawi membagi kelinci menjadi 2 kelompok percobaan, setiap kelompok berisi 10 kelinci.

Semua kelinci mengonsumsi makanan tinggi kolesterol selama 90 hari. Makanan itu, antara lain: mengandung 4% lemak, 19% protein, dan 12% air. Ia juga menambahkan sebutir kuning telur per kelinci per hari. Kelompok pertama hanya diberi makanan tinggi kolesterol. Untuk kelompok kedua, Jawi menambahkan 3 ml air perasan ubijalar ungu per kelinci per hari ke dalam makanan. Periset kelahiran 57 tahun lalu itu membuat air perasan ubijalar ungu dengan memblender 1 kg umbi mentah tanpa kulit dengan seliter air lalu memisahkan ampasnya. Air itu ia didihkan lalu setelah dingin diberikan kepada hewan uji.

Sebelum dan setelah perlakuan, Jawi mengukur bobot tubuh, kadar kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL, antioksidan total, serta angka serum glutamic oaxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT). Parameter-parameter itu, ia ukur dengan darah yang ia ambil dari pembuluh balik. Setelah perlakuan, kedua kelompok hewan uji mengalami kenaikan bobot, tetapi kenaikan kelompok kedua lebih kecil. Sementara tolok ukur lain menunjukkan perbedaan jauh, di mana kondisi kelompok kedua secara umum lebih baik.

Fenolik
Air perasan ubijalar ungu yang Jawi gunakan memiliki kandungan antosianin 146 mg per ml. Menurut Jawi, keberadaan antosianin di saluran cerna menghambat penyerapan kolesterol. "Jika berada dalam darah, antosianin menghambat pembentukan kolesterol di hati," uangkap Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu. Pada waktu sama, antosianin meningkatkan kadar HDL darah. Artinya, penurunan angka kolesterol total terjadi karena berkurangnya LDL dan pertambahan HDL. Hal sebaliknya terjadi di kelompok pertama, yang tidak mendapat air perasan ubijalar ungu.

Kondisi kolesterol tinggi yang dialami kelinci percobaan di kelompok pertama memicu peningkatan kadar malondialdehid (MDA), SGOT, dan SGPT darah. Secara singkat, ketiga tolok ukur itu menggambarkan kerusakan hati. Semakin tinggi angka, hati semakin rusak. "Kolesterol tinggi memicu pembentukan oksidan yang merusak sel," ungkap Jawi. Itu tidak terjadi di kelompok kedua. Musababnya, antosianin memiliki struktur fenolik yang kaya atom hidrogen. Atom-atom itu yang menjadi "peluru" peredam oksidan.

Sudah begitu, antosianin dalam ubijalar ungu bersifat hepatoprotektif. "Antosianin mencegah sel-sel hati mengalami stres oksidatif," tutur Jawi. Stres oksidatif terjadi ketika sel mengalami penurunan fungsi akibat kerusakan molekul penyusun. Ibarat mesin yang skrupnya terlepas satu per satu, sel yang mengalami stres oksidatif  bakal rusak. Jika banyak sel rusak, maka fungsi organ pun terganggu. Sebagai organ penawar berbagai racun, termasuk radikal bebas, hati paling rentan kerusakan akibat stres oksidatif. Itulah peran antosianin mencegah kerusakan hati sebelum terjadi.

Dalam percobaan, Jawi memberikan 3 ml air perasan per kelinci per hari. Dengan bobot umbi 1 kg dan volume air 1 liter, maka 3 ml air perasan setara 3 gram umbi. Jika diterapkan untuk manusia berbobot 70 kg, dosis itu setara 43 gram ubijalar ungu menurunkan kolesterol sekaligus melindungi hati dari kerusakan akibat stres oksidatif.

Toh, Jawi tidak menganjurkan konsumsi ubijalar ungu untuk mengobati gangguan fungsi hati. "Ubijalar ungu sekedar makanan fungsional, artinya mencegah terjadinya penyakit," ujar doktor Kedokteran Biomedik alumnus Universitas Udayana itu. Valentina Indrajati, herbalis dan praktikus pengobatan holistik di Bogor, Jawa Barat, menganjurkan konsumsi ubi jalur ungu untuk mendukung fungsi fisiologis tubuh. Jika fungsi tubuh optimal, penyakit pun menyingkir jauh.

Sumber: Trubus