Seorang wanita tampak memegang
kamera digital di suatu meja makan hotel ternama. Tanpa ragu-ragu, ia
membidikan kameranya pada hidangan makanan yang tersaji. Jepreet…jepreet! Beberapa
kali ia mengambil gambar hidangan makanan yang tersaji di atas meja itu dari
berbagai sudut. Kemudian, ia langsung mengunggahnya di jejaring sosial melalui
jaringan Wifi yang tertanam pada kamera digital tersebut. Aktifitas wanita
tersebut memotret hidangan makanan yang tersaji sebelum disantap itu disebut
dengan ‘Photo before Fork’.
Sebelum disantap 'Photo before Fork', sumber : google.com |
Kita dapat melakukan seperti
wanita tersebut di manapun berada sebelum bersantap. Misalnya saja, saat
bersantap di Rumah Makan Kerta Sari Malang yang menyajikan nasi campur ala ‘kertasari’,
gurami goreng sambal pencit, aneka masakan bandeng dll. Hidangan rumah makan
ini tentu berpenampilan menarik dan terasa kelezatannya. Tentu sayang sekali
dong, kalau tidak mendokumentasikan makanan tersebut.
Dari kegiatan ‘Photo before Fork’
ini, pemilik usaha kuliner mendapat keuntungan ganda. Selain mendapat
keuntungan dari makanan yang dipesan, pemlik usaha kuliner mendapatkan promosi
gratis dari pelanggannya. Biasanya, pelanggannya akan memberi rekomendasi
kepada teman-teman atau koleganya. Bagi sang pelanggan, adanya dokumentasi foto
tersebut dapat sebagai pengingat dirinya di mana ia pernah menikmati makanan
tersebut.
Photo before Fork sudah biasa
dilakukan oleh penikmat kuliner di Eropa dan Amerika sejak tahun 2008. Awalnya,
para penikmat kuliner tersebut mengunggah hasil jepretan di blog-blog. Seiring dengan
kemajuan gadget dan situs jejaring sosial, mereka mengunggah langsung ke situs
jejaring sosial melalui gadget yang mereka miliki. Di Indonesia, fenomena Photo
before Fork mulai nge-tren sejak tahun 2011. Sekarang, fenomena ini sudah
mengglobal di mana-mana.