Ia merasakan gejala penyakit itu pada suatu pagi pada pertengahan Juni 2010. Kala itu, ia akan menyetir mobil untuk pergi ke pasar. Ketika hendak duduk, sakit luar biasa di bagian lutut tiba-tiba mendera. Dari telapak kaki hingga pinggang, ia merasakan nyeri hebat, pegal, dan linu. Ia pun tak bisa lagi menyetir mobil dan menyerahkan urusan belanja kepada suaminya. Peristiwa itu terjadi berulang.
Hormon estrogen
Osteoporosis suatu keadaan pada tulang manusia yang mengalami penyusutan massa kalsium. Biasanya osteoporosis terjadi setelah perempuan menopause atau orang yang mengalami malnutrisi berupa kekurangan kalsium. Begitu menopause, produksi hormon estrogen berhenti atau berkurang. Menurut A Artanto Dibyosubroto SpOT, FICS, dari Rumahsakit Umum Kudus, Jawa Tengah, "Pada wanita, hormon estrogen berkurang ketika memasuki masa menopause karena rahim tempat produksi estrogen terbanyak sudah tidak dapat berproduksi lagi," Akibatnya perempuan rentan osteoporosis.
Kementerian Kesehatan pada 2013 mencatat prevalensi osteoporosis pada perempuan berusia kurang dari 70 tahun mencapai 18-36%, pria 20-27%. Prevalensi osteoporosis untuk perempuan berusia lebih dari 70 tahun sebesar 53%, sedangkan pria 38%. Laki-laki tidak pernah mengalami menopause, maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada perempuan tidak pernah terjadi. Namun kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol justru meningkatkan risiko osteoporosis.
Makin bertambah usia, kian tinggi risiko osteoporosis. Setiap peningkatan umur satu dekade setara peningkatan risiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Itu berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen. Keberadaan hormon itu memang memiliki efek langsung pada tulang. Secara tak langsung estrogen berpengaruh terhadap penyerapan kalsium di usus, ekskresi kalsium di ginjal, dan sekresi hormon paratiroid. Secara langsung, kadar estrogen yang tinggi akan meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas.
Untuk mengurangi rasa sakit, Fari mendatangi dokter spesialis orthopedi. Saat itulah dokter mendiagnosis ia menderita gejala osteoporosis. Dokter memberi resep obat glukosamin 3 kali sehari. Dokter juga menyarankan agar Fari mengurangi aktivitas. Pasalnya, pelumas di lutut Fari hampir habis sehingga Fari rentan patah tulang jika terjatuh. Namun, kesembuhan belum juga datang. "Setelah minum obat, bunyi "kruk" berkurang, tapi muncul lagi beberapa saat kemudian. Saya jadi ketergantungan obat," kata Fari.
Kaya kalsium
Dua tahun sudah Fari Rudiati terbelenggu osteoporosis. Pada Mei 2012, seorang rekan menyarankan agar ibu 3 anak itu mengonsumsi daun kelor. Keesokan hari mulailah Fari mengonsumsi seduhan daun kelor 2 gelas sehari, pada pagi hari. Ia menyeduh herbal itu dalam 300 ml air mendidih selama 15 menit. Untuk mengurangi rasa pahit, wanita kelahiran 2 Februari 1957 itu mencampur dengan madu.
"Tubuh saya terasa ringan dan bisa bergerak bebas setelah meminum daun kelor," ujar Fari. Selain mengonsumsi seduhan daun, Fari juga kerap mengonsumsi sayur daun kelor. Sejak rutin mengonsumsi teh dan sayur daun kelor, Fari tidak merasakan lagi letih dan lemah. Perubahan lain, ia mampu berjalan keliling kompleks perumahannya. Itu terjadi 2 bulan setelah rutin mengonsumsi teh daun kelor. Malah berikutnya, ia bisa berjalan mendaki bukit ketika berwisata di Jawa Tengah.
"Rekan-rekan seusia heran dengan badan saya yang masih fit meski sudah berjalan jauh," ujarnya. Meski demikian, ia tetap melanjutkan konsumsi teh daun kelor untuk menjaga stamina. Menurut dr Prapti Utami, daun kelor mengandung kalsium 4 kali lebih tinggi daripada susu. Kalsium berperan membangun kembali tulang-tulang yang lemah. Daun kelor juga mengandung berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti protein, zat besi, dan vitamin.
Selain konsumsi teh daun kelor secara rutin, pencegahan osteoporosis lain dengan menerapkan gaya hidup sehat. "Para manula harus lebih banyak bergerak, misalnya berjalan santai di pagi hari," ujar dr Prapti. Saat bergerak, tulang akan mengikat kalsium lebih banyak daripada yang jarang bergerak. Riset Sanganna Burali dan rekan dari Maratha Mandal College of Pharmacy, Belgaum, India, membuktikan secara ilmiah keampuhan daun kelor dalam mengatasi osteoporosis. Dalam uji ilmiah itu Sanganna melibatkan 24 tikus betina albino yang terbagi dalam 4 kelompok masing-masing 6 ekor.
Kelompok pertama sebagai kontrol positif, sedangkan ovarektomi adalah tindakan mengambil ovarium tikus melalui pembedahan untuk mengondisikan keadaan osteoporosis pada tikus betina. Setelah rahim terambil, tikus bakal mengalami menopause. Sanganna lalu memberi 0,15 mg per kg bobot tubuh hormon estradiol pada kelompok 3 dan 600 mg per kg bobot tubuh ekstrak etanol daun kapur pada kelompok 4. Kelompok 2 tidak mendapat perlakuan apapun dan berfungsi sebagai kontrol negatif.
Tiga bulan berselang, Sanganna mengambil tulang femur tikus, memotong melintang untuk melihat penampang trabekula pada tulang tikus. Trabekula adalah jaringan konektif padat, kaya kolagen, dan elastis. Hasilnya menggembirakan, trabekula tikus kelompok 4 yang semula osteoporosis itu terlihat besar dan tidak patah-patah. Riset praklinis itu membuktikan bahwa daun kelor mampu mengatasi osteoporosis.
Sumber Trubus 537-Agustus 2014/XLV hal 86-87
"Rekan-rekan seusia heran dengan badan saya yang masih fit meski sudah berjalan jauh," ujarnya. Meski demikian, ia tetap melanjutkan konsumsi teh daun kelor untuk menjaga stamina. Menurut dr Prapti Utami, daun kelor mengandung kalsium 4 kali lebih tinggi daripada susu. Kalsium berperan membangun kembali tulang-tulang yang lemah. Daun kelor juga mengandung berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti protein, zat besi, dan vitamin.
Selain konsumsi teh daun kelor secara rutin, pencegahan osteoporosis lain dengan menerapkan gaya hidup sehat. "Para manula harus lebih banyak bergerak, misalnya berjalan santai di pagi hari," ujar dr Prapti. Saat bergerak, tulang akan mengikat kalsium lebih banyak daripada yang jarang bergerak. Riset Sanganna Burali dan rekan dari Maratha Mandal College of Pharmacy, Belgaum, India, membuktikan secara ilmiah keampuhan daun kelor dalam mengatasi osteoporosis. Dalam uji ilmiah itu Sanganna melibatkan 24 tikus betina albino yang terbagi dalam 4 kelompok masing-masing 6 ekor.
Kelompok pertama sebagai kontrol positif, sedangkan ovarektomi adalah tindakan mengambil ovarium tikus melalui pembedahan untuk mengondisikan keadaan osteoporosis pada tikus betina. Setelah rahim terambil, tikus bakal mengalami menopause. Sanganna lalu memberi 0,15 mg per kg bobot tubuh hormon estradiol pada kelompok 3 dan 600 mg per kg bobot tubuh ekstrak etanol daun kapur pada kelompok 4. Kelompok 2 tidak mendapat perlakuan apapun dan berfungsi sebagai kontrol negatif.
Tiga bulan berselang, Sanganna mengambil tulang femur tikus, memotong melintang untuk melihat penampang trabekula pada tulang tikus. Trabekula adalah jaringan konektif padat, kaya kolagen, dan elastis. Hasilnya menggembirakan, trabekula tikus kelompok 4 yang semula osteoporosis itu terlihat besar dan tidak patah-patah. Riset praklinis itu membuktikan bahwa daun kelor mampu mengatasi osteoporosis.
Sumber Trubus 537-Agustus 2014/XLV hal 86-87