Daun Kapur Terbukti Ampuh Melawan Plasmodium Penyebab Malaria

Mei 2009, bulan sibuk bagi Rachel Turalely. Ia mengurus segala keperluan untuk menjadi mahasiswa pascasarjana Program Studi Bioteknologi Universitas Gadjah Mada. Di tengah kesibukannya, Rachel terserang demam. Tubuhnya panas-dingin; ia menggigil hebat akibat demam tinggi, tapi keringat mengucur deras. Perutnya mual dan akhirnya muntah. Beranjak dari tempat tidur pun Rachel Turalely tak mampu. Sepekan lamanya perempuan kelahiran Ambon, 10 Januari 1982 itu meringkuk di bawah selimut di sebuah rumahsakit di Ambon, Maluku. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan Rachel positif menderita malaria tersiana akibat Plasmodium vivax.

Tak kunjung membaik, Rachel memutuskan pulang. Seorang kerabat yang menjenguk memberikan ekstrak daun kapur Harmsiopanax aculeatus. Bentuknya cair dalam botol bervolume 30 cc. Obat tradisional khas Ambon itu dipercaya sebagai antimalaria. Ia pun meneteskan cairan itu ke mata Rachel. Frekuensi penetesan sekali sehari selama 3 hari berturut-turut. Pada hari ketiga, Rachel sembuh. Suhu tubuhnya normal, mual, dan muntah hilang.

Efektif
Ahli penyakit tropis di Rumahsakit Hasan Sadikin, dr Primal Sudjana SpPD mengatakan Plasmodium falciparum spesies paling membahayakan spesies paling membahayakan lantaran menyebabkan infeksi akut pemicu kematian. Tiga spesies lain penyebab malaria adalah Plasmodium vivax penyebab malaria tersiana, Plasmodium malariae (malaria kuartana), dan Plasmodium ovale (malaria pernisiosa). Nyamuk anopheles betina menularkan parasit itu ketika menggigit tubuh manusia. Parasit lantas masuk ke aliran darah. Setengah jam kemudian tiba di sel hati dan berbiak cepat. Setiap sporozit menghasilkan hingga 40.000 merozoit.

Selang 1-6 pekan, parasit kembali ke aliran darah dan masuk ke dalam sel darah merah. Sel darah merah kemudian pecah karena aktivitas parasit dan melepaskan 6-24 parasit baru per sel darah merah. Celakanya setiap parasit baru itu mampu mengulangi siklusnya di dalam sel darah merah lain. Ketika sel darah itu pecah, tubuh pasien menggigil karena racun yang dikeluarkan parasit. Rusaknya sel darah merah berdampak pada anemia, limpa, dan hati membesar. Tingkat kesembuhan penderita malaria berbeda-beda, mulai 1 minggu hingga lebih dari 1 bulan. Pengalaman sembuh dari malaria mendorong Rachel membuktikan keampuhan daun itu sebagai antimalaria. Ia menguji khasiat daun kapur secara in vivo dan in vitro.

Pada 2010, Rachel mengekstraksi daun kapur dengan solven yang polaritasnya semakin meningkat (heksan, etil asetat, dan metanol). Itu untuk memisahkan senyawa-senyawa di dalamnya sesuai dengan polaritasnya. Ia lalu menguji aktivitas antiplasmodium ketiga ekstrak itu secara in vivo pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei selama 4 jam. Plasmodium berghei merupakan penyebab malaria pada hewan pengerat dan terbukti analog dengan Plasmodium penyebab malaria pada manusia dalam hal struktur sel, fisiologi, dan siklus hidup.

Rachel membagi mencit menjadi 6 kelompok. Ia memberi akuades kepada grup pertama sebagai kontrol. Sementara kelompok 2-5 mengonsumsi ekstrak metanol daun kapur dengan konsentrasi masing-masing 400 mg, 200 mg, 100 mg, 50 mg, dan 25 mg per kg bobot tubuh setiap hari. Pemberian ekstrak metanol daun kapur berdosis 80 mg, 40 mg, 20 mg, 10 mg, 5 mg, 2,5 mg, dan 1,25 mg per kg bobot tubuh setiap hari. 

Ia memberikan ekstrak secara injeksi sebanyak 0,2 ml selama 4 hari per mencit dimulai dari 2 jam setelah terinfeksi Plasmodium berghei. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kapur yang mengandung komponen senyawa polar memiliki aktivitas antiplasmodium sangat baik dengan effective of dose 50% (ED50) sebesar 16,16 kg/mg bobot tubuh. Ekstrak etil asetat daun kapur tidak aktif (ED50 = 2074,02 mg/kg bobot tubuh) dan aktivitas ekstrak heksan daun kapur sedang dengan nilai ED50 = 467,58 mg/kg bobot tubuh.

Hemoglobin
Menurut Dr Ratna Asmah Susidarti MS. Apt, dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Plasmodium mendapat makanan dengan memecah hemoglobin menjadi hem dan globin. Hem bersifat racun bagi parasit, sehingga parasit akan mengubah hem menjadi hemozoin atau pigmen malaria yang tidak toksik. Bila polimerisasi hem dihambat, maka parasit mati. Polimerisasi hem merupakan suatu mekanisme pertahanan Plasmodium dalam mengubah Ferriprotoporfirin IX (FPIX) yang bersifat toksik bagi Plasmodium.

Berdasarkan hasil penelitian Rachel, fraksi yang paling kuat dalam menghambat polimerisasi hem adalah Fraksi 8 (FG8) karena memiliki nilai inhibitation of concentration 50% (IC50) terkecil yaitu sebesar 18,22 mikrogram/ml. Analisis lebih lanjut diketahui kandungan senyawa dalam FG8 ekstrak metanol, antara lain: minyak asiri eugenol, asam palmitat, isopropil miristat, dan metil palmitat. Senyawa-senyawa tersebut diduga berpotensi menangkal malaria. Sampai saat ini, Rachel masih melanjutkan penelitiannya terkait potensi daun kapur sebagai antimalaria.

Daun kapur tumbuh di hutan terbuka dalam jumlah banyak. Ciri tanaman anggota famili Araliaceae itu, antara lain panjang tunas muda 10-35 cm, kelopak bunga berambut putih. Petal bunga kapur hijau muda dan kecil, benangsari lebih panjang daripada mahkota bunga, tangkai sari berwarna putih, buah berambut, panjang tangkai daun 10-40 cm, dan daun berguguran ketika mulai berbunga. Tanaman itu tersebar di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Masyarakat Maluku Tengah secara turun temurun memanfaatkan daun sebagai obat antimalaria.

Bukti ilmiah khasiat daun kapur tentu saja menjadi kabar baik bagi dunia pengobatan malaria. Pasalnya, penderita malaria di Indonesia tergolong tinggi. Data organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan pada 2010 diperkirakan 216 juta orang di seluruh dunia terkena malaria dengan tingkat kematian 655.000 orang. Data WHO pada 2012 menyatakan Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi jumlah kasus malaria se-Asia tenggara. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) Kementerian Kesehatan RI pada 2013 menunjukkan prevalensi malaria di Indonesia mencapai 6%.

Sumber: Trubus 537- Agustus 2014/XLV hal 90.