Daun Sirsak Hambat Perkembangan Sel Kanker Langka

Benjolan di perut sebelah kiri awal derita S Daud, nama samaran. Daud mengetahui benjolan seukuran telur ayam itu saat mandi setelah bekerja pada Februari 2012. Semula, ia menganggap biasa kehadiran benjolan itu karena tidak menimbulkan nyeri. "Saya mengira benjolan itu otot perut yang mengeras," kata pria kelahiran Bandar Lampung itu.

Atas saran istri dan menghilangkan penasaran ia memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam di rumahsakit terdekat. Berdasarkan hasil rontgen diketahui bahwa benjolan itu berisi cairan. Dokter pun menyarankan Daud menjalani operasi. Semula Daud menolak karena khawatir operasi berdampak negatif bagi kesehatannya.

Kanker langka
Dokter lalu membekali Daud obat yang berkhasiat mengempiskan benjolan. Tiga bulan mengonsumsi obat itu, ukuran benjolan tidak berubah. Akhirnya Daud mengikuti saran dokter untuk menjalani operasi pada Oktober 2012. "Kurang lebih mirip operasi caesar," kata Daud. Pascaoperasi, Daud mesti menjalani rawat inap untuk memulihkan kondisi kesehatan. 

Ia menduga hanya sekitar 3 hari berada di rumahsakit. Namun, ternyata ia dirawat selama 14 hari. Musababnya setelah operasi tubuh Daud lemas. Selain itu, ayah 2 anak itu tidak bisa menggerakan kedua kakinya. Informasi dari dokter menyatakan kaki Daud yang tidak bisa bergerak karena dampak operasi pertama.

Selain mengonsumsi obat, Daud juga menjalani fisioterapi agar kakinya berfungsi kembali. Sebelum pulang, Daud menjalani serangkaian tes seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk memastikan kondisi kesehatannya. Hasil tes itu menunjukkan benjolan di perut Daud malignant fibrous hystiocytoma (MFH) seukuran apel. "Itu kanker langka dengan prevalensi 1 banding 1.000," kata Daud menirukan ucapan dokter.

Ahli bedah kanker di Rumahsakit Umum Pusat Dr M Djamil, Padang, Sumatera Barat, Prof Dr H Azamris SpB(k)Onk seperti dinukil "Majalah Kedokteran Andalas," menyatakan MFH sarkoma yang terjadi pada jaringan lunak. Tampilan klinis umum malignant fibrous hystiocytoma lazimnya suatu massa jaringan lunak yang membesar dan tidak nyeri. MFH bisa melekat pada paru-paru, ginjal, jantung, hidung, dan mulut.

Selain itu, MFH juga bisa terjadi di bagian perut seperti yang Daud alami. Namun, persentase kejadian terbesar, 70-75%, MFH terutama pada anggota badan seperti tangan dan kaki. Menurut ahli bedah ortopedi dari Cornell University, New York, Amerika Serikat, Carol D Morris MD MS, pada 2008 Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengubah nama MFH menjadi pleomorphic sarcoma not otherwise specified.

Sebab sel MFH berkembang tidak terdiferensiasi. Meskipun begitu, karena belum ada cara yang pasti menangani tumor itu, istilah MFH masih digunakan oleh pasien dan dokter. MFH lazim ditemui pada orang berusia 50-70 tahun, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada seseorang di bawah umur. Daud mengidap kanker MFH ketika berusia 37 tahun. 

Azamris juga mengatakan tumor ini sulit dikenali secara klinis. Sebab pembengkakan jaringan yang terjadi tanpa gejala dan berada di dalam jaringan lunak yang dapat ditekan. Jika tumor membesar pun tidak menimbulkan keluhan. Daud juga tidak merasakan nyeri dengan kehadiran benjolan itu. Menurut Carol, rasa nyeri muncul karena sel kanker menyentuh sel syaraf.

Tumbuh lagi
Daud kaget bukan kepalang mendengar hasil diagnosis dokter. Tak pernah terbayangkan dalam benak Daud bakal terserang kanker. Dokter yang memeriksa merujuk Daud melanjutkan pengobatan ke rumahsakit di Jakarta. Tim dokter yang berjumlah 14 personel menyarankan Daud untuk menjalani operasi ulang. Sebab, masih ada sel kanker tersisa bekas operasi pertama.

Daud gamang dengan kondisi itu. Musababnya, kondisi ayah 2 anak itu lemas dan jahitan bekas operasi pertama belum sembuh benar. Namun, jika operasi tidak dilakukan, kanker semakin membahayakan. Demi meraih kesembuhan, Daud pun menyetujui saran tim dokter itu. Sambil menunggu waktu operasi tiba, ia mencari informasi seputar pengobatan alternatif seperti herbal.

Pada November 2012, sang istri menyarankan Daud berkonsultasi ke dokter sekaligus herbalis di Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dr Paulus Wahyudi Halim MedChir. Sang istri mengetahui informasi itu setelah membaca majalah yang mengulas pengalaman pasien kanker yang kondisinya membaik setelah berobat ke dr Paulus. Daud menyetujui saran sang istri dan berkonsultasi ke Paulus.

Berdasarkan rekam medis dan hasil pemeriksaan, Paulus meyakini benjolan itu kanker ganas. Kanker itu bermula dari sel histiosit-salah satu sel penyusun daya tahan tubuh-yang perkembangannya tak terkendali. Kanker itu tergolong langka karena sel histiosit jarang berubah menjadi sel kanker.

Dokter alumnus Universitas Degli Studi Padova, Italia, itu juga baru pertama kali menangani kanker itu selama membuka praktik dokter di Serpong. Paulus lalu memberikan Daud kombinasi herbal seperti daun sirsak Annona muricata, kulit manggis Garcinia mangostana, dan rimpang kunyit putih Curcuma zedoaria, keladi tikus Typhonium flagelliformae, dan buah mahkota dewa Phaleria macrocarpa.

Ia meresepkan daun sirsak, kulit manggis, dan kunyit putih berupa kapsul, sedangkan keladi tikus dan mahkota dewa berupa simplisia. Salaman mengonsumsi ketiga jenis kapsul itu 3 kali sehari. Sementara untuk mengonsumsi serbuk, ia menyeduh 2 gram keladi tikus dan 2 gram irisan kering buah mahkota dewa dalam 1 gelas air panas. Setelah hangat, air seduhan itu dikonsumsi. Minuman itulah yang ia konsumsi 3 kali sehari.

Dosis tinggi
Sepekan setelah rutin mengonsumsi daun sirsak dan herbal lain itu, kondisi Daud kian membaik. Ia merasa bugar. Sebulan kemudian, ia mulai beraktivitas normal. Semula ia hanya berbaring di tempat tidur, tapi kini ia mulai bekerja di kantor. Kini Daud masih mengonsumsi herbal agar MFH semakin mengecil. Agar, "Kesehatan saya semakin membaik," kata Daud.

Menurut dokter yang pernah bertugas di beberapa negara di Afrika itu fungsi utama semua herbal yang diresepkannya sebagai antikanker. Paulus memberikan daun sirsak dan kulit manggis dosis tinggi untuk mengimbangi pertumbuhan sel kanker yang cepat.

Menurut Paulus, fungsi daun sirsak seperti kemoterapi. Daun kerabat srikaya itu merusak sel kanker dengan menghentikan pasokan energi berupa adenosin trifosfat (ATP). Dampaknya mitosis atau pembelahan sel kanker pun terhambat. Sel kanker membelah sangat cepat, yakni setiap 2-5 jam; sel normal, 7-14 hari. Pembelahan cepat keruan saja memerlukan energi besar dari ATP.

Jika pasokan energi berkurang akibat ATP terhambat, maka aktivitas sel kanker melamban, dan terjadi apoptosis alias program bunuh diri sel. Agar penyembuhan berjalan lancar Paulus melarang Daud mengonsumsi daging. Sebab daging bersifat asam dan mengandung hormon stres sehingga menurunkan daya tahan tubuh.

Sumber: Trubus 537-Agustus 2014/XLV hal. 82