Kopi Aroma Bandung yang melegenda |
Saat memasuki toko, tampak langit-langit gedung terlihat tinggi dan dihiasi dengan lampu kristal kuno. Peralatan berniaga yang ada di toko aroma memang termasuk benda-benda antik semuanya. Mulai dari timbangan, alat penggiling kopi, alat hitung sampai dengan stoples yang semuanya sudah berusia hampir seabad.
Untuk menyangrai biji-biji kopi masih menggunakan kayu bakar. Alat penggorengnya saja sudah berumur lebih dari seabad. Alat ini dibeli dari Jerman dan sekarang tak ada yang memproduksinya lagi. Menyangrai dengan kayu bakar memang memakan waktu cukup lama dan butuh tenaga banyak, tapi hasil kopi sangrai memiliki kualitas tingggi. Aroma kopi tak hilang saat matang, berbeda dengan pembakaran pakai gas yang lebih cepat matang tapi aroma wangi kopi justru menghilang.
Kopi yang akan disangrai merupakan kopi yang sudah dituakan. Artinya, kopi yang terpilih sudah disimpan selama sekian tahun di gudang. Kopi seperti ini sudah mengeluarkan aroma wangi dan rasa asamnya telah hilang. Untuk kopi robusta, lama penyimpanan di gudang sekitar 5 tahun. Sedangkan, kopi arabica lama penyimpanan antara 7-8 tahun.
Kopi aroma Bandung menjual kopi dalam bentuk bijian dan bubu. Kedua-duanya laku keras. Cap pada kemasan tidak berubah sejak tahun 1930 yaitu masih memakai Bahasa Indonesia tempo dulu dan Bahasa belanda. Ini lantaran konsumen mancanegara dari negeri kincir angin juga banyak yang masih bernostalgia dengan aroma wangi kopi ini. Tak hanya generasi tua yang bisa merasakan nkmatnya kopi aroma, generasi muda dari berbagai negara yang pernah mencicipinya pasti akan merasa ketagihan kembali. Tidak mengherankan kalau kopi aroma juga dijadikan menu istimewa di hotel-hotel berbintang Bandung.