Morinda Menjaga Hati

Masih teringat jelas di benak Tarjoni peristiwa pada 2004. Dua hari setelah mendonorkan darah, ia mendapat surat dari Palang Merah Indonesia (PMI) yang isinya menyatakan bahwa darahnya tak bisa didonorkan. Sebab, "Di dalam darah terindikasi terdapat virus," ujarnya. Pria yang berdomisili di Bogor, Jawa Barat, itu pun bergegas memeriksakan diri ke rumahsakit.

Hasil uji laboratorium mempertegas isi surat dari PMI. Tarjoni positif terkena hepatitis B. Bukan hanya itu, laju endap darahnya juga mencapai 15 mm/jam, padahal batas normal 10 mm/jam. padahal batas normal 10 mm/jam. Laju endap darah tinggi indikator adanya peradangan atau infeksi. Stamina Tarjoni lama kelamaan menurun, " Badan terasa lemah," ujarnya. Napas juga sesak meski tidak memiliki riwayat penyakit asma.

Hepatitis
Untuk memastikan kondisinya, ia memeriksakan diri ke rumahsakit kembali. Hasilnya, terdapat penyempitan pembuluh darah di jantung. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, seperti pepatah itulah nasib Tarjoni. Terkena hepatitis B ditambah penyempitan pembuluh darah pula. 

Hepatitis memang menjadi momok menakutkan di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 780.000 orang meninggal akibat hepatitis B. Menurut dr Zen Djaja MD di Malang, Provinsi Jawa Timur, penyebab hepatitis adalah infeksi virus. "Penyebab lainnya, kebiasaan hidup tidak baik seperti konsumsi alkohol, obat terlarang, konsumsi lemak berlebih, dan kurang istirahat," ujarnya. 

Zen menjelaskan, penyakit hepatitis beragam jenisnya, seperti hepatitis A, B, C, dan E. "Masing-masing hepatitis diakibatkan strain virus yang berbeda," kata Zen. Dari sekian jenis hepatitis, prevalensi yang paling banyak menyerang hepatitis B dan C. Gejala yang menyertai penyakit itu biasanya demam dan muncul warna kuning di seluruh tubuh, terutama di bagian sklera mata. Sebagai tindakan pencegahan, Zen menyarankan untuk menjaga pola hidup dan pola makan serta rajin olahraga.

Berharap kesembuhan Tarjoni rutin mengonsumsi obat dokter. Meski disiplin mengonsumsi obat dokter kondisinya tak kunjung membaik. "Sakit kepala jadi teman sehari-hari. Badan juga masih terasa lemah," ujarnya. Kerja lever yang terganggu akibat hepatitis B menyebabkan munculnya bercak putih yang semakin membesar di kepala, tangan, dan punggung Tarjoni. "Awalnya saya kira panu, tetapi setelah periksa ke dokter kulit itu efek dari lever yang tak bekerja," tambahnya.

Untuk mempercepat penyembuhan, dokter menganjurkan Tarjoni melakukan pengobatan suntik tiap 2 pekan dengan biaya Rp 1,5 juta sekali suntik. Namun, ia menolak saran itu dan mencari pengobatan lain. Kondisi yang tak juga membaik membuat Tarjoni sempat putus asa selama 5 bulan.

Buah mengkudu
Beruntung sang istri selalu mendukungnya untuk mencapai kesembuhan hingga semangat hidup Tarjoni pun muncul lagi. Untuk itulah Tarjoni mencari beragam informasi dari dunia maya terkait penyakitnya. Baik itu terapi penyembuhan, cara konsumsi makanan, hingga herbal untuk mengatasi hepatitis. Pada akhir 2009 ia menemukan informasi mengenai khasiat mengkudu.

Tarjoni pun mencoba mengkonsumsi jus buah mengkudu. Ia menghabiskan 1 liter jus buah Morinda citrifolia dalam 5 hari. Konsumsi sehari 3 kali, masing-masing satu sloki sekitar 70 ml. Setelah empat hari rutin konsumsi jus mengkudu kondisi Tarjoni mulai membaik. "Tidur terasa enak," ujarnya. Padahal sebelumnya tiap malam ia tak bisa memejamkan mata. Frekuensi sakit kepala juga berkurang.

Membaiknya kondisi Tarjoni berkat konsumsi mengkudu sejalan dengan riset Hermawan Surya di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hermawan menguji mengkudu terhadap kadar serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGPT) secara praklinis. SGOT dan SGPT merupakan indikator kerusakan fungsi hati.

Periset menggunakan 25 mencit putih jantan yang terbagi dalam lima kelompok. Kelompok 1 sebagai kontrol perlakuan. Kelompok 2-4 ekstrak mengkudu dosis 0,56 gram, 1,12 gram, dan 2,24 gram per 20 gram bobot tubuh. Kelompok terakhir kontrol negatif (tanpa perlakuan). Agar mencit mengalami kerusakan hati, periset memberikan CCl4 11 mg per 20 gram bobot tubuh. Pemberian ekstrak mengkudu selama 8 hari berturut-turut.

Hasil penelitian menunjukkan, pemberian buah anggota famili Rubiaceae itu berefek hapatoprotektif alias melindungi hati. Itu terlihat dari kadar SGOT dan SGPT kelompok perlakuan mengkudu lebih rendah dibanding kelompok kontrol CCl4. Perlakuan paling baik mengkudu dosis 1,12 gram dengan kadar SGOT dan SGPT 151,16 u/l dan 54,34 u/l. Bandingkan dengan kontrol CCl4, kadar SGOT dan SGPT 296,62 u/l dan 83,96 u/l.

Hermawan menduga terjadinya efek hepatoprotektif lantaran buah kerabat kopi itu mengandung senyawa proxeronine dan enzim proxeronase. Kedua senyawa aktif itu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan genetis dan menormalkan fungsi sel yang rusak. Selain itu, senyawa terpen dalam mengkudu berperan meremajakan sel.

Selama hampir 2 tahun mengonsumsi jus mengkudu fisik Tarjoni kembali normal. Serangan jantung mulai jarang ia rasakan. Sebelumnya ia kerap mengalami serangan jantung seperti napas sesak, badan kaku, dingin, dan membiru, akibat penyempitan pembuluh darah. Sakit kepala juga jarang terasa. Nafsu makan juga mulai membaik. Akibatnya, bobot badannya naik dari 41 kg menjadi 55 kg. Bercak putih di tubuh pun tidak lagi membesar.

Agar lebih meyakinkan jika kondisinya sudah membaik, Tarjoni kembali melakukan cek laboratorium pada Desember 2012. Hasilnya, "Virus hepatitis B negatig," ujarnya. Laju endapan darah normal, 10 mm/jam. Bahkan ia melakukan cek laboratorium hingga dua kali untuk memastikan kondisinya. Hasilnya pun sama, keduanya negatif hepatitis B.

Di kalangan herbalis khasiat mengkudu sudah tak asing lagi. Herbalis di Kota Batu, Jawa Timur Wahyu Suprapto, misalnya, memanfaatkan mengkudu untuk mengatasi hepatitis, batuk, gangguan pernafasan, dan kanker. Untuk mempercepat penyembuhan pasien hepatitis, Wahyu mengombinasikan mengkudu dengan beberapa herbal di antaranya bidara upas, rimpang bunga tasbih, dan akar daun jombang.

Sumber : Trubus 541-Desember 2014/XLV hal. 60