Memang tak berlebihan kalau daya tarik yang dipancarkan rumah adat Kudus itu demikian tinggi. Bukan hanya bentuk lahiriahnya, tapi juga detil-detil motif ukirannya yang merupakan kombinasi dari berbagai gaya. Masih ditambah dengan kehalusan dan ketelitian pengukirnya. Semua itu mau tidak mau mampu merampas kekaguman siapa pun yang memandangnya.
Rumah adat Kudus banyak terdapat di Kota Kudus bagian barat. Kota yang terkenal dengan industri rokok kreteknya itu memang terbagi dua, dengan batas sebuah sungai sebagai pemisahnya, yaitu Sungai Gelis. Sebelah timur sungai disebut Kudus Wetan dan sebelah barat sungai disebut Kudus Kulon. Yang terakhir itu juga oleh masyarakat setempat dijuluki sebagai Kota Lama, karena terdapat bangunan-bangunan kuno peninggalan nenek moyang pada masa lampau. Di antaranya adalah rumah adat itu sendiri, Masjid Bubar, Rumah Kapal, dan satu lagi yang merupakan monumen berdirinya Kota Kudus berupa Masjid Menara yang didirikan oleh Ja'far Shodiq atau yang lebih dikenal dengan julukan Sunan Kudus.
Bukti status sosial
Sebagai salah satu peninggalan kuno, rumah adat kudus itu pun pemiliknya adalah orang-orang tertentu. Boleh dikata sebagian besar adalah keturunan bangsawan. Pada rumah adat itu pula penggolongan status sosial diterapkan. Pada bagian-bagian dari rumah tersebut terdapat ruang yang satu sama lain dipisahkan oleh trap (bangunan atau lantai yang tingginya berlainan). Trap pertama yang terletak di bagian depan, untuk orang-orang "biasa", sedang trap kedua yang lebih tinggi lantainya diperuntukkan orang-orang bangsawan itu. Penghubung antara trap pertama dan kedua adalah sebuah bangku yang diletakkan di bawah pintu.
Secara umum, ruang-ruang yang terdapat di rumah adat Kudus bisa dibagi sebagai berikut, ruang depan disebut Jogosatru, di belakangnya lagi adalah ruang utama di mana terdapat bagian yang disebut "gedongan", lalu pada kiri kanan Jogosatru adalah "pawon". Jogosatru tentunya berfungsi sebagai ruang tamu karena letaknya di depan. Ruang utama sebagai tempat tinggal keluarga dan "gedongan" yang berupa bilik tertutup adalah untuk penyimpanan harta kekayaan berupa emas dan pusaka. Sedang "pawon" adalah untuk kegiatan keluarga. Penduduk Kudus Kulon sejak dahulu terkenal dengan usaha barang jadi atau konveksi. Barang yang dibuat berupa kerudung, pakaian anak-anak, sprei lengkap dengan sarung bantalnya. Semua itu diberi hiasan khas, bordir atau sulam dengan mesin. Di ruang "pawon" itu kegiatan wiraswasta itu berlangsung.
Sejak abad ke-19
Di ruang-ruang manakah motif ukiran rumah adat Kudus Diletakkan? Boleh percaya boleh tidak, bahwa hampir semua ruang dihiasi dengan ukiran. Karena semua bagian mulai dari dari dinding, pintu sampai langit-langit rumah adat Kudus terbuat dari kayu jati pilihan, maka hampir tak ada bagian kayu itu kosong dari ukiran. Bagian kosong hanya yang ada di sela ukiran itu sendiri.
Motif ukiran pun berkualitas tinggi. Mencerminkan ketinggian budaya dan ilmu yang dimiliki penggarapnya. Yang mengagumkan, pada bagian tertentu terdapat ukiran dengan motif tiga dimensi. Motif yang langka ini saja sudah mampu membuat getaran bagi siapa saja yang menyaksikannya. Betapa pada masa lampau orang sudah menciptakan seni ukir yang demikian mempesona.
Pusat ukiran kayu selama ini yang kita ketahui berada di Jepara. Menurut beberapa pemilik rumah adat Kudus, yang membuat rumah-rumah milik mereka itu memang pengrajin-pengrajin ukir Jepara. Konon, rumah adat Kudus adalah warisan kejayaan Kota Kudus pada masa itu. Saudagar-saudagar yang kaya raya, mendatangkan pengrajin-pengrajin ukir Jepara. Selama beberapa bulan, mereka disewa untuk menghias rumah itu. Bayaran yang tinggi mereka berikan berikut jaminan makan minum setiap harinya selama pengerjaan rumah telah menciptakan sebuah karya yang mengagumkan.
Pengrajin-pengrajin yang mendapat fasilitas-fasilitas lengkap itu telah mencurahkan segala keahlian mengukir dengan totalitas. Apalagi kayu yang merupakan bahan baku rumah saudagar yang digarapnya itu berasal dari kayu jati pilihan. Alat pahat disertai palu yang saling berdentam bisa digerakkan secara leluasa. Tampak ekspresi keahlian para pengukir sudah tertanam dalam-dalam. Itulah kenapa sampai hari ini, Kota Kudus telah mencatat sejarah sebagai sentra rumah adat Kudus. Diperkirakan rumah adat Kudus sudah mulai ada sejak abad ke-19. Bukti ini bisa dilihat dari rumah milik Haji Saleh Syakur di Jalan Veteran, Kudus. Pada salah satu bagian dindingnya tertera ukiran berupa angka 1828.
Kombinasi berbagai gaya
Mayoritas penduduk Kudus Kulom beragama Islam. Di dalam ajaran Islam, pantang membuat ukiran yang menyerupai makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia. Itulah mengapa motif yang dipilih berupa bentuk-bentuk geometris. Misalnya saja, garis lunglungan atau lengkung yang melambangkan rasa emosional yang luwes dan terkendali, serta lingkaran-lingkaran atau bentuk spiral yang melambangkan keteguhan hati atau kemauan yang kokoh.
Motif dan gaya ukiran tampak hasil dari perpaduan atau kombinasi gaya. Dari gaya Eropa, Cina, dan Persia. Pada abad ke-19, Islam di Jawa memang sedang mengalami perkembangan. Pengaruh Islam tak sepenuhnya terintegrasi pada ukiran rumah adat Kudus ini. Pengaruh kebudayaan Hindu masih tampak melekat. Masing-masing pemilik rumah memiliki selera sendiri-sendiri terkait corak dan motif ini.
Obyek pariwisata
Rumah adat Kudus yang unik ini bisa dilihat dari motif ukiran di langit-langit. Misalnya, ada bongkahan kayu yang dipenuhi hiasan ukiran motif mahkota (crown). Pada bagian bawah motif mahkota ini terdapat bunga makara. Pada sisi bagian rumah lainnya, dari pintu depan sampai pintu penghubung trap kedua terdapat ukiran berbagai gaya mulai dari Cina, Eropa, dan Persia. Ragam motif yang dijumpai bisa sangat beragam dan bervariasi sehingga memberikan nilai estetika yang tinggi sebagai daya tarik wisata. Itulah kenapa beberapa rumah adat Kudus sudah ditetapkan sebagai rumah cagar budaya yang wajib dikonservasi. Pemda sendiri telah memberikan subsidi untuk kegiatan konservasi rumah-rumah adat Kudus ini.